Apakah kalian tau tulisan di kaos ini?
Atau Tulisan di Sandal ini?
Atau Tulisan di gelas ini?
Atau Kata-Kata khas ini?
Code: ”Belanja gak belanja tetap Thank You!”
Quote:
Itu semua adalah kalimat yang diproduksi dari pabrik kata-kata, Joger. Dipajang besar-besar di tokonya dan merupakan kalimat yang diproduksi paling awal oleh Joger. Kalau ke Bali, kita sudah pasti kepikiran untuk mampir ke Joger untuk membawa pulang oleh-oleh, atau sekedar menambah isi lemari karena terhibur dengan kata-kata yang tertulis di produk Joger. Tapi pernahkah terpikir kisah dibalik sukses dan nama besar Joger? Seperti apa gudang kata-kata ini melakukan perjalanannya menjadi salah satu ikon Bali? | Quote: Sang pendiri, Joseph Theodorus Wulianadi, membangun usahanya pertama kali di tahun 1980 dengan modal 500 ribu. Nama Joger sendiri adalah sebuah bentuk penghargaan untuk temannya yang bernama Gerhard Seeger—teman sekolahnya ketika di Jerman—yang telah berjasa memberi hadiah di pernikahannya, yang sekaligus menjadi modal utama usahanya, sebesar 20 ribu dollar. Joseph dan Gerhard, itulah kepanjangan dari Joger, dan sekarang Joseph sering mendapat panggilan Mr. Joger.
Joseph juga tak menepis bahwa keusilan dan kata-kata yang kadang nyeleneh dari Joger sempat membuat beberapa pihak tersinggung. Namun Joseph hanya menanggapinya dengan santai dan mengatakan bahwa meskipun tersinggung tapi mereka membenarkan. Karena produksi utamanya adalah pabrik kata-kata, maka setiap bulannya Joger menghadirkan kata-kata baru minimal satu. Dan Joseph tidak mengalami kesulitan sama sekali dalam mencari kalimat baru.
Baginya ide selalu bermunculan dari mana-mana, tidak perlu berpikir keras karena setiap hal yang dilihat bisa berubah jadi ide. “Malah di Joger saya lebih berani membuat istilah-istilah baru, yang akhirnya diterima,” jelas Joseph. Ketidaklazimannya dalam memasarkan produk pun membuat daya tarik Joger makin kuat, contohnya saja iklan Joger yang berbunyi: “Joger jelek Bali bagus”. | Quote:
Joseph Theodorus Wulianadi Selain dari produksi kata-kata lewat kaos, Joger juga menjual ide-ide lainnya dalam bentuk jam yang bergerak mundur dan VCD yang menyuarakan kemerdekaan. “Jam mundur dibuat untuk orang yang berpikiran maju, dan kreasi yang inovatif adalah dasar dari kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan tak ada keberanian,” itu penjelasan Joseph mengenai dua produknya tersebut. Joger juga pernah menjual sandal yang mulanya ‘biasa-biasa’ saja namun menjadi tidak biasa karena strategi penjualannya.
Jadi kami hanya menjual sandal kirinya saja, dan jika beli sebelah kiri maka akan dapat bonus sandal sebelah kanan. Harganya pun kami bagi dua, masing-masing 16.500 rupiah,” dan terbukti bahwa sandal Joger laris manis bahkan sampai kewalahan ketika permintaannya meningkat. | Quote: Selain tokonya yang ada di Jalan Raya Kuta, Joger sempat membuka toko di Jalan Denpasar juga pada tahun 1983. Namun di tahun 1987, kedua tokonya yang di Jalan Denpasar ditutup walaupun memiliki potensi tinggi. Karena bagi Joseph yang terpenting bukanlah bagaimana jadi konglomerat dan membuat tokonya merajalela dimana-mana melainkan dapat memuaskan konsumen, tetap kreatif, dan konsekuen. Karena sejak tahun 1987 Joger tidak lagi profit oriented, tapi happiness oriented. Karena kalau pengusahanya senang, belum tentu konsumen senang. Tapi kalau konsumen senang sudah pasti pengusahanya senang. | Quote: Karena tak ada habisnya ide yang disalurkan Joger melalui produk-produknya membuat Joger menjadi brand kenamaan di Bali. Tokonya selalu penuh antrean, dan barangnya selalu update. Lama-lama, Joger pun menjadi alat promosi pariwisata bagi Bali, karena ke-khas-an dari brand tersebut dan hanya bisa didapatkan di Bali.
Orang-orang yang bertemu dengan Joseph seringkali menanyakan trik dan taktik bisnis apa yang diterapkan hingga Joger tidak pernah mundur, namun Joseph mengatakan bahwa Joger tidak punya taktik khusus. “Kami hanya punya sikap dan komitmen yang kami jalankan secara konsisten dan konsekuen.” | |